Senin, 16 September 2013

Makalah Proses Pemurnian Minyak dan Lemak



                                                 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

                                                                                              

Minyak dan lemak berperan sangat penting dalam gizi kita terutama karena merupakan sumber energi, cita rasa, serta sumber vitamin A,D, E dan K. Lemak dan minyak termasuk dalam salah satu golongan lipid, yaitu lipid netral. Lemak dan minyak dapat di konsumsi dan sumbernya dapat berasal dari hewani dan nabati.  Lemak dan minyak nabati merupakan lemak dan minyak yang bersal dari tumbuh-tumbuhan sedangkan lemak dan minyak hewani berasal dari hewan. Lemak yang pada suhu kamar berupa cairan, lazim disebut minyak. Minyak biasanya berasal dari tumbuhan seperti minyak kelapa, minayak jagung dan minyak zaitun.

Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya yang polaritasnya sama.Minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti “triester dari gliserol”. Jadi minyak juga merupakan senyawa ester. Hasil hidrolisis minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.



Wujud lemak berkaitan dengan asam lemak pembentukannya. Lemak yang berbentutk cair (minyak) banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Sedangkan lemak yang berbentuk padat lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari pada asam lemak tak jenuh. Lemak dan minyak memiliki sifat kelarutan yang sama, yaitu nonpolar.Dilihat dari asalnya terdapat dua golongan besar minyak: minyak yang dihasilkan tumbuh-tumbuhan (minyak nabati) dan hewan (minyak hewani), dan minyak yang diperoleh dari kegiatan penambangan (minyak bumi)




1.2 Rumusan Masalah

ü  Bagaimana cara proses-proses Pemurnian Minyak dan Lemak?

ü  Apa tujuan dari proses Pemurnian Minyak dan Lemak?



1.3 Tujuan Penulisan

Dengan makalah ini kami berharap teman-teman sekalian dan terutama kami sebagai kelompok 2 dapat mengerti tentang proses pemurnian minyak dan lemak, Proses pemurnian minyak dan lemak diantara nya ialah proses degumming, proses netralisasi, proses bleaching, proses fraksionasi, proses hidrogenasi,proses deodorisasi, proses rendering, proses winterisasi, proses interestirifikasi. semoga materi yang saya sajikan ini sangat bermanfaat dan kita semua dapat mengerti tentang segala sesuatu tentang proses pemurnian minyak dan lemak. Dan makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi nilai mata kuliah proses pemurnian minyak dan lemak,semoga ibu memberi nilai yang terbaik

BAB II

ISI



2.1 Proses Pemurnian Minyak dan Lemak



Adapun proses – proses pemurnian minyak dan lemak adalah:

1.Netralisasi

Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi. Tujuan proses netralisasi adalah untuk menghilangkan asam lemak bebas (FFA) yang dapat menyebabkan bau tengik.

v  Ada beberapa cara netralisasi, yaitu:

§  Netralisasi dengan Kaustik Soda (NaOH)

Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industry, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lender dalam minyak. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatidan dan protein, dengan cara mementuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi. Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis, maka netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, rennin, dan suspense dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum. Komponen minor (minor component) dalam minyak berupa sterol, klorofil, vitamin E, dan karotenoid hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses netralisasi. Netralisasi menggunakan kaustik soda akan menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Molekul mono dan digliserida lebih mudah bereaksi dengan persenywaan alkali. Reaksi penyabunan mono dan digliserida dalam minyak terjadi sebagai berikut:

 



Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor, yaitu perbandingan antara kehilangan karena netralisasi dan jumlah asam lemak bebas dalam lemak kasar. Sebagai contoh ialah netralisasi kasar yang mengandung 3% asam lemak bebas, menghasilkan minyak netral dengan rendemen sebesar 94%, maka akan mengalami kehilangan total (total loss) sebesar (100-94)% = 6%.



refining factor =

Makin kecil nilai refining factor, maka efisiensi netralisasi makin tinggi. Pemakaian larutan kaustik soda dengan kensentrasi yang terlalu tinggi akan bereaksi sebagian dengan trigiserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu, harus dipilih konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan 6minyak netral dengan rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih konsentrasi larutan alkali yang digunakan dalam netralisasi adalah sebagai berikut:

a.       Keasaman dari Minyak Kasar.

Konsentrasi dari alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak bebas atau derajat keasaman minyak. Makin besar jumlah asam lemak bebas, makin besar pula konsentrasi alkali yang digunakan. Secara teoritis, untuk menetralkan 1 kg asam lemak bebas dalam minyak (sebagai asam oleat), dibutuhkan sebanyak 0,142 kg kaustik soda Kristal, atau untuk menetralkan 1 ton minyak yang mengandung 1% asam lemak bebas (10 kg asam lemak bebas) dibutuhkan sebanayk 1,42 kg kaustik soda Kristal. Pada proses netralisasi perlu ditambahkan kaustik soda berlebih yang disebut excess dari jumlahnya terantung dari sifat-sifat khas minyak: misalnya untuk minyak kelapa sebanyak 0,1 – 0,2% kaustik soda didasarkan pada berat minyak.

b.      Jumlah Minyak Netral (Trigliserida) yang Tersabunkan Diusahakan Serendah Mungkin.

Makin besar konsentrasi larutan alkali yang digunakan, maka kemungkinan jumlah trigliserida yang tersabunkan semakin besar pula sehingga angka refining factor bertambah besar.

c.       Jumlah Minyak Netral yang Terdapat dalam Soap Stock.

Makin encer larutan kaustik soda, maka makin besar tendensi larutan sabun untuk membentuk emulsi dengan trigliserida. Umumnya minyak yang mengandung kadar asam lemak bebas yang rebdah lebih beik dinetralkan dengan alkali encer (konsentrasi lebih kecil dari 0,15 N atau 5oBe), sedangkan asam lemak bebas dengan kadar tinggi, baik dinetralkan dengan larutan alkali 10-24oBe. Dengan menggunakan larutan alkali encer, kemungkinan terjadinya penyabunan trigliserida dapat diperkecil, akan tetapi kehilangan minyak bertambah besar karena sabun dalam minyak akan membentuk emulsi.

d.       Suhu Netralisasi.

 Suhu netralisasi dipilih sedemikian rupa sehingga sabun (soap stock) yang terbentuk dalam minyak mengendap dengan kompak dan cepat. Pengendapan yang lambat akan memperbesar kehilangan minyak karena sebagian minyak akan diserap oleh sabun.

e.       Warna Minyak Netral

            Makin encer larutan alkali yang digunakan, makin besar jumlah larutan yang dibutuhkan untuk netralisasi dan minyak netral yang dihasilkan berwarna lebih pucat.



§  Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)

Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah karena trigliserida tidak ikut tersabunkan, sehingga nilai refining factor dapat diperkecil. Suatu kelemahan dari pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yang terbentuk sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena gas CO2 yang dibebaskan dari karbonat akan menimbulkan busa dalam minyak.

Netralisasi menggunakan natrium karbonat biasanya disusul dengan pencucian menggunakan kaustik soda encer, sehingga memperbaiki mutu, terutama warna minyak. Hal ini akan mengurangi jumlah absorben yang dibutuhkan pada proses pencucian. Pada umumnya netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat dilakukan di bawah suhu 50 C, sehingga seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan natrium karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat, dengan reaksi sebagai berikut: Pada pemanasan, asam karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas CO2 dan H2O. gas CO2 yang dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun yang terbentuk dan mengapungkan partikel sabun di atas permukaan minyak. Gas tersebut dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau atau dengan cara menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak dengan pompa vakum.Cara netralisasi adalah dengan minyak dinetralkan, dipanaskan pada suhu 35-40oC dengan tekanan lebih rendah dari 1 atmosfir. Selanjutnya ditambahkan larutan natrium karbonat, kemudian diaduk selama 10-15 menit dengan kecepatan pengadukan 65-75 rpm. Kemudian kecepatan pengadukan dikurangi 15-20 rpm dan tekanan vakum diperkecil selama 20-30 menit. Dengan cara tersebut, gas CO2 yang terbentuk akan menguap dan asam lemak bebas yang tertinggal dalam minyak kurang lebih sebesar 0,05%. Sabun yang terbentuk dapat diendapkan dengan menambahkan garam, misalnya natrium sulfat atau natrium silikat, atau mencucinya dengan air panas. Setelah sabun dipisahkan dari minyak selanjutnya dilakukan proses pemucatan.

Minyak dalam sabun yang telah mengendap dapat dipisahkan dengan cara menyaring menggunakan filter press. Asam lemak bebas yang telah membentuk sabun (soap stock) dapat diperoleh kembali jika sabun tersebut direaksikan dengan asam mineral.

Keuntungan netralisasi menggunakan natrium karbonat adalah sabun yang terbentuk bersifat pekat dan mudah dipisahkan, serta dapat dipakai langsung untuk pembuatan sabun bermutu baik. Minyak yang dihasilkan mmlebih baik, terutama setelah mengalami proses deodorisasi. Di samping itu trigliserida tidak ikut tersabunkan sehingga rendemen minyak netra yang dihasilkan lebih besar. Kelemahannya adalah karena cara tersebut sukar dilaksanakan dalam praktek, dan di samping itu untuk minyak semi drying oil seperti minyak kedelai, sabun yang terbentuk sukar disaring karena adanya busa yang disebabkan oleh gas CO2.

§  Netralisasi Minyak dalam Bentuk “miscella

Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstrak dengan menggunakan pelarut menguap (solvent extraction). Hasil ekstraksi merupakan campuran antara pelarut dan minyak disebut miscella. Asam lemak bebas dalam miscella dapat dinetralkan dengan menggunakan kaustik soda atau natrium karbonat. Penambahan bahan kimia tersebut ke dalam miscella yang mengalir dalam ketel ekstraksi, dilakukan pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut. Sabun yang terbenuk dapat dipisahkan dengan cara menambahkan garam, sedangkan minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan.

§  Netralisasi dengan Etanol Amin dan Amonia

Etanol amin dan ammonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak bebas. Pada proses ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan trigliserida, sedangkan ammonia yang digunakan dapat diperoleh kembali dari soap stock dengan cara penyulingan dalam ruang vakum.

§  Pemisahan Asam (de-acidification) dengan Cara Penyulingan

Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan asam lemak bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikannya dengan larutan biasa, sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor (heat exchanger). Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinu ke dalam alat penyuling, dengan letak horizontal.

 


Gambar 1 : Proses Netralisasi secara kontinu



2. Pemucatan (Bleaching)

Bleaching atau pemucatan merupakan proses untuk memperbaiki warna minyak. Proses ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Misalnya pada minyak ikan tertentu, terutama minyak hasil samping penepungan ikan, kadang-kadang tidak menarik sehingga kenampakannya harus diperbaiki melalui proses pemucatan. Warna minyak ikan juga disebabkan oleh asam lemak bebas beraksi membentuk senyawa berwarna. Adanya logam bebas seperti Fe mempercepat proses perubahan warna tersebut. Konsumen umumnya menghendaki minyak yang bening dan jernih sehingga pada minyak ikan tertentu harus dilakukan proses pemucatan.

v  Adapun Komponen Pengotor yang Dihilangkan adalah:

Tujuan utama proses bleaching adalah menghilangkan warna dari minyak. Selain warna, pemucatan juga berperan mengurangi komponen minor lainnya seperti aroma, senyawa bersulfur dan logam-logam berat. Selain itu, pemucatan juga dapat mengurangi produk hasil oksidasi lemak seperti peroksida, aldehida dan keton. Pada proses pemucatan hanya sedikit komponen yang dihilangkan. Biasanya pemucatan dilakukan setelah proses pemurnian alkali. Zat-Zat Pengotor yang sering terdapat dalam minyak bumi:

a.    Senyawaan Sulfur

Crude oil yang densitynya lebih tinggi mempunyai kandungan Sulfur yang lebih tinggi pula. Keberadaan Sulfur dalam minyak bumi sering banyak menimbulkan akibat, misalnya dalam gasoline dapat menyebabkan korosi (khususnya dalam keadaan dingin atau berair), karena terbentuknya asam yang dihasilkan dari oksida sulfur (sebagai hasil pembakaran gasoline) dan air.

b.    Senyawaan Oksigen

Kandungan total oksigen dalam minyak bumi adalah kurang dari 2 % dan menaik dengan naiknya titik didih fraksi. Kandungan oksigen bisa menaik apabila produk itu lama berhubungan dengan udara. Oksigen dalam minyak bumi berada dalam bentuk ikatan sebagai asam karboksilat, keton, ester, eter, anhidrida, senyawa monosiklo dan disiklo dan phenol. Sebagai asam karboksilat berupa asam Naphthenat (asam alisiklik) dan asam alifatik.

c.    Senyawaan Nitrogen

Umumnya kandungan nitrogen dalam minyak bumi sangat rendah, yaitu 0,1-0,9 %. Kandungan tertinggi terdapat pada tipe Asphalitik. Nitrogen mempunyai sifat racun terhadap katalis dan dapat membentuk gum / getah pada fuel oil. Kandungan nitrogen terbanyak terdapat pada fraksi titik didih tinggi. Nitrogen klas dasar yang mempunyai berat molekul yang relatif rendah dapat diekstrak dengan asam mineral encer, sedangkan yang mempunyai berat molekul yang tinggi tidak dapat diekstrak dengan asam mineral encer.

d.   Konstituen Metalik

Logam-logam seperti besi, tembaga, terutama nikel dan vanadium pada proses catalytic cracking mempengaruhi aktifitas katalis, sebab dapat menurunkan produk gasoline, menghasilkan banyak gas dan pembentukkan coke. Pada power generator temperatur tinggi, misalnya oil-fired gas turbine, adanya konstituen logam terutama vanadium dapat membentuk kerak pada rotor turbine. Abu yang dihasilkan dari pembakaran fuel yang mengandung natrium dan terutama vanadium dapat bereaksi dengan refactory furnace (bata tahan api), menyebabkan turunnya titik lebur campuran sehingga merusakkan refractory itu.

v  Pemucatan minyak dengan adsorben



Absorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleanching earth) dan arang (bleanching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida.Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 1050C, selama 1 jam. Penambahan absorben pada saat minyak mencapai suhu sekitar 70-800C dan jumlah absorben kurang lebih sebanyak 1.0 – 1.5 persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari absorben dengan cara penyaringan menggunakan kaen tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0.2 – 0.5 persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.

v  Macam-macam adsorben

a.Bleancing Clay (Bleaching Earth)

Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnetsium oksida dan besi oksida. Jumlah absorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan.Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika absorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan pH absorben mendekati netral.

b.Arang

Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan umumnya diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur carbon (C).Umumnya arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah terhadap zat warna dan daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau bahan kimia.

Pada umumnya pengarangan dilakukan pada suhu 300-500C. S uhu pengarangan pada ruangan tanpa udara dilakukan pada suhu 600-7000C. Pada proses pengarangan akan terjadi penguapan air disusul dengan pelepasan gas CO2 dan selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses pengarangan. Pengarangan dianggap sempurna jika asap tidak terbentuk lagi, dan arang yang bermutu baik adalah arang yang mengandung kadar karbon tinggi.

c. Arang Aktif (activated carbon)

Aktivitas karbon bertujuan untuk memperbesar luasan permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas absorben terhadap zat warna.Pori-pori dalam arang biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai pengaktif adalah : HNO3, H3PO4, Sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca(PO4)2, NaOH, Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3 dan uap air pada suhu tinggi.

Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan akan meresap kedalam arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar.Persenyawaan hidrokarbon yang menutupi pori-pori yang dapat dihilangkan dengan cara oksidasi membuka oksidator lemah seperti CO2 yang disertai dengan uap air. Dengan cara tersebut atom karbon tidak mengalami proses oksidasi.Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luasan permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan luas penampung kapiler, sifat kimia permukaan arang, sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengikat yang digunakan dan kadar air.

v  Mekanisme adsorbsi zat warna oleh arang

Adsorbsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan yang tergantung dari specifik affinity antara adsorben dan zat yang di adsorbsi.

Daya adsorbsi arang aktif disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap.Berdasarkan adanya perbendaan energipotensial, maka jenis adsorbsi terdiri dari adsorbsi listrik, adsorbsi mekanis, adsorbsi kimia dan adsorbsi termis. Sifat adsorbsi tersebut masing-masing disebabkan karena perbedaan muatan listrik, perbedaan tegangan permukaan, perbedaan potensial sifat kimia dan perbedaan potensial karena panas.

Keuntungan menggunakan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah karena lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan blanching clay, sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang yang digunakan sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah lebih kurang 0.1 - 0.2 persen dari berat minyak. Arang aktif dapat juga menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki dan mengurangi jumlah perioksida sehingga memperbaiki mutu minyak.

Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal dalam activated clay, dan proses oksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan dengan menggunakan arang aktif (activated carbon).

v  Ekstraksi minyak yang tertinggal dalam absorben

Cara yang sederhana untuk mengekstraksi minyak yang tertinggal dalam adsorben adalah mencampurkan absorben tertentu dengan bahan yang akan diekstraksi minyaknya.Pemisahan minyak dengan menggunakan surface active agentSurvace active agent yang digunakan adalah larutan alkali. Lemak dipisahkan dalam absorben dengan menggunakan larutan alkali encer yang dipanaskan pada suhu air mendidih (kira-kira 1000C) dengan tekanan 1 atmosfer. Larutan alkali dengan tegangan permukaan yang lebih rendah dan daya pembasah yang lebih besar akan memcuci minyak yang tergabung dalam adsorben. Minyak yang diperoleh lebih kurang sebanyak 70-75 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.

v  Ekstraksi dengan pelarut organik

Pelarut organik dapat melarutkan dan mencuci minyak yang terdapat dalam adsorben, selanjutnya pelarut organik tersebut dipisahkan dari minyak dengan cara penyulingan pada suhu titik didih pelarut organik yang digunakan. Jika dibandingkan dengan cara pemisahan minyak menggunakan surface active agent, maka penggunaan pelarut organik mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :

-Minyak yang dihasilkan mutunya lebih baik dan kadar minyak yang diperoleh mencapai 90-95 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.

-Pengaruh uap air dan oksigen udara dapat dihindarkan sehingga kecil kemungkinan terjadinya proses hidrolisa dan oksidasi minyak. Kontak minyak dengan oksigen udara perlu dihindarkan terutama pada minyak yang mudah mengering (drying oil), karena minyak tersebut jika dioksidasi pada suhu tinggi akan membentuk persenyawaan polimer yang berwarna gelap.

v  Pemucatan minyak dengan bahan kimia

Cara pemucatan ini banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan bahan pangan (edible fat), karena pemucatan kimia lebih baik dibandingkan menggunakan absorben. Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai bahan pemucat adalah karena hilangnya sebagian minyak dapat dihindarkan dan zat warna dapat diubah menjadi zat tidak berwarna, yang tetap tinggal dalam minyak. Kerugiannya adalah karena kemungkinan terjadi reaksi antara bahan kimia dan trigliserida, sehingga menurunkan flavour minyak.

a)      Pemucatan dengan cara oksidasi

Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, akan tetapi asam lemak tidak jenuh cenderung membentuk peroksida atau drying oil karena proses oksidasi dan polimerisasi.Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan pemucat secara oksidasi adalah persenyawaan peroksida dikromat, ozon, clorine dan clorine dioksida.

b)      Pemucatan dengan dikromat dan asam

Bahan kimia yang digunakan adalah natrium atau kalium dikromat dalam asam mineral (anorganik). Reaksi antara dikromat dan asam akan membebaskan oksigen. Oksigen bebas bereaksi dengan asam klorida (HCl) dan menghasilkan klor (Cl2) yang berfungsi sebagai bahan pemucat, Setelah pereaksi ditambahkan, selanjutnya diaduk. Zat warna akan mengendap setelah pengadukan dihentikan. Pada umumnya warna ungu dalam minyak tidak dapat hilang, sehingga cara pemucatan dikromat banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan pembuatan sabun. Tangki pemucat yang terbuat dari logam harus diberi pelapis anti karat, karena pereaksi tersebut dapat menimbulkan karat pada logam.

c)      Pemucatan dengan panas

Pemanasan minyak dalam ruangan vacum pada suhu relatif tinggi, mempunyai pengaruh pemucatan. Cara ini kurang efektif terhadap minyak yang mengandung pigmen klorofil. Sebelum dilakukan pemanasan, sebaiknya minyak terlebih dahulu dibebaskan dari ion logam, terutama ion besi, sabun (soap stock) dan hasil-hasil oksidasi seperti perioksida, karena pemanasan terhadap bahan-bahan tersebut merupakan katalisator dalam proses oksidasi.





d)     Pemucatan dengan cara reaksi reduksi

Pemucatan minyak dengan reaksi reduksi kurang efektif seperti halnya pemucatan dengan cara oksidasi, karena warna yang hilang dapat timbul kembali jika minyak tersebut terkena udara.Bahan kimia yang dapat mereduksi zat warna terdiri dari garam-garam natrium bisulfit atau natrium hidrosulfit yang dikenal dengan nama blankite. Pemakaian zat pereduksi ini biasanya dicampur dengan bahan kimia lain dengan perbandingan tertentu.

v  Mekanisme proses pemucatan (bleaching)

Pada proses pemucatan CPO menggunakan bleaching earth dengan kadar antara 0.5% hingga 2.0% dari massa CPO (Young, 1987). Bleaching earth merupakan bahan aktif yang digunakan untuk menghilangkan atau menjerap pigmen warna yang terdapat didalam CPO sehingga dihasilkan minyak yang lebih jernih. Bleaching earth yang digunakan di industri ada beberapa jenis antara lain, bentonit, activated clay dan arang aktif. Industri pemurnian CPO di Indonesia umumnya menggunakan Ca-bentonit sebagai bleaching agent. Kebutuhan akan bleaching earth khususnya bentonit setiap tahun semakin meningkat dengan berkembangnya industri minyak nabati, namun disisi lain bentonit tidak dapat diperbaharui.

Pada umumnya industri minyak akan membuang spent bleaching earth pada suatu lahan. Tingginya kandungan minyak nabati pada spent bleaching earth sangat potensial untuk dimanfaatkan sehingga perlu dilakukan recovery, selain itu spent bleaching earth dapat dilakukan proses regenerasi untuk digunakan kembali dalam proses pemurnian minyak nabati. Limbah dari proses pemucatan minyak terdiri dari dua komponen utama yaitu minyak dan bentonit. Adapun minyak hasil recovery dapat digunakan menjadi metil ester (biodiesel), hal tersebut dikarenakan minyak sudah tidak lagi food grade artinya minyak sudah rusak (Young, 1987). Selain itu pemanfaatan bentonit setelah recovery ialah untuk penggunaan kembali pada proses pemucatan minyak dan juga untuk bahan baku briket. Pemanfaatan tersebut sangat baik karena potensi limbah yang sangat tinggi dengan seiring perkembangan industri pemurnian minyak sawit.

(Kheang et al) telah melakukan penelitian mengenai proses pengambilan minyak dari spent bleaching earth (WAC dan NC) dengan dua metode yaitu solvent extraction (hexan) dan supercritical extraction (SC-CO2). Penelitian tersebut menunjukan bahwa kandungan minyak yang didapatkan dengan metode solvent extraction lebih besar dibanding supercritical extraction (SC-CO2) yaitu sebesar 30% (WAC). Pemanfaatan limbah industri. pemurnian minyak sangat penting dilakukan terkait dengan besarnya potensi limbah yang dihasilkan dan semakin pesatnya pertumbuhan industri pemurnian minyak. Rendemen minyak yang dihasilkan dari proses recovery dengan 2 jenis pelarut organik berkisar antara 16 sampai 21.74 % dari bobot limbah. Pelarut isopropanol memberikan nilai rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan n-hexan yaitu berkisar antara 18.75 sampai 21.74 % sedangkan n-hexan berkisar antara 16.11 sampai 17.74 %.Kepolaran pelarut organik selain berpengaruh terhadap rendemen juga berpengaruh terhadap kejernihan minyak. Nilai transmitten minyak (faktor pengenceran 100 kali) pada panjang gelombang 500 nm untuk minyak yang dihasilkan dari ekstraksi dengan menggunakan isopropanol berkisar antara 15.85 sampai 27.9 % sedangkan pada minyak hasil ekstraksi dengan n-hexan berkisar antara 87.45 sampai 93.55 %. Kadar asam lemak bebas pada minyak hasil recovery ini berkisar antara 13.15 – 20.9 % untuk semua jenis perlakuan. Bilangan peroksida minyak tidak terdeteksi untuk semua jenis perlakuan. Kadar abu yang terdapat pada minyak hasil recovery umumnya sangat kecil, untuk keseluruhan perlakuan bernilai kurang dari 1%. Nilai pH SBE setelah recovery berkisar antara 3.21 sampai 3.43. Bleach power bentonit hasil recovery ditunjukan dengan nilai % T pada minyak yang dipucatkan oleh bentonit tersebut. Nilai transmitten minyak (faktor pengenceran 50 kali) pada panjang gelombang 500 nm pada bentonit hasil recovery dengan isopropanol memiliki nilai antara 77.05 sampai 80 % sedangkan bentonit hasil recovery dengan n-hexan berkisar antara 60.35 sampai 63.5 %.


Gambar 2 : Proses Bleaching secara kontinu



3. Deguming

Degumming merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan fosfatida, wax, dan pengotor lainnya dengan cara penambahan air, larutan garam, atau larutan asam. Degumming mengkonversi fosfatida menjadi gum terhidrasi yang tidak larut dalam minyak dan selanjutnya akan dipisahkan dengan cara filtrasi atau sentrifugasi. Pada pabrik sederhana, degumming dilakukan dengan cara memanaskan CPO hingga temperatur 90-130 C dimana temperatur ini adalah temperatur yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi CPO dengan asam fosfat. Setelah itu, CPO dipompa ke dalam mixer statis dengan penambahan 0,35-0,45 kg/ton CPO. Pengadukan yang terus-menerus di dalam mixer bertujuan untuk menghilangkan gum. Proses ini akan mempermudah penghilangan gum pada proses penyaringan berikutnya sehingga ukuran deodorizer tidak terlalu besar.
 


Gambar 3 : Proses Degumming secara kontinu

4. Deodorisasi

Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak dan lemak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa ( flavour ) yang tidak disukai konsumen menggunakan cara destilasi dengan suatu aliran uap pada tekanan vakum serta suhu yang semakin tinggi (150ºC -250ºC). Tekanan uap zat-zat yang berbau adalah sangat rendah hingga dengan suhu yang sangat tinggi baru dapat diuapkan dengan tekanan atmosfer. Tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat merusak minyak dan lemak. Oleh karena itu vakum yang tinggi dan aliran gas inert untuk menggurangi suhu hingga dibawah suhu proses kerusakan sangat diperlukan.

Deodorisasi didasarkan pada perbedaan volalitas (kemudahan menguap)antara minyak ( trigliserida) dengan komponen pengotor yang tidak diinginkan ini mempengaruhi aroma, rasa, warna, dan stabilitas minyak. Faktor yang penting pada proses deodorisasi, adalah jumlah minyak, jumlah komponen volatil, jumlah uap yang dipakai, dan besar tekanan dalam proses.

v  Mekanisme proses deodorisasi

Minyak diberi perlakuan vakum dan diagitasi : Deodorisasi dilakukan dalam alat yang bernama deodorizer. Pada alat ini minyak diberi perlakuan vakum dan suhu ditingkatkan disertai pengadukan dan pengaliran gas. Gas yang digunakan adalah uap air panas. Kondisi vakum menyebabkan komponen volatil menguap dan mengurangi gas yang dibutuhkan. Kondisi vakum juga berperan mengurangi oksidasi minyak dan hidrolisis trigliserida jika gas yang digunakan adalah uap air panas. Setelah minyak dideodorisasi, karena dalam proses deodorisasi ini dilakukan pemanasan, proses pendinginan minyak harus segera dilakukan. Proses deodorisasi dinyatakan mulai berlangsung jika jumlah tekanan uap dan jumlah tekanan zat menguap telah sama dengan permukaan minyak dan lemak. Makin rendah tekanan, makin rendah pula suhu deodorisasi sehingga dengan demikian vakum yang baik sangat berpengaruh dalam proses.

Tabel suhu deodorisasi campuran asam lemak pada tekanan berbeda-beda:

Asam lemak pada
P= 5 mm Hg – 8 mm Hg
(ºC)
P= 20 mm Hg (ºC)
Minyak Kacang Tanah
210 – 220
230 – 240
Minyak Kedelai
210– 220
230 – 245
Minyak Biji Kapas
215- 225
235 – 250
Minyak Zaitun
210 – 220
230 – 240
Minyak Kelapa sawit
210 – 215
225 – 235
Minyak Kelapa
200 -210
215 – 230

Minyak diberi aliran gas biasanya uap air : uap panas dimasukkan ke dalam tangki (stripping). Pemasukan uap tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi penguapan senyawa-senyawa volatil agar dapat menguap pada suhu yang lebih rendah. Gelembung-gelembung uap akan naik melalui minyak dan keluar dari lingkungan minyak membawa serta komponen-komponen yang konsentrasinya tergantung pada tekanan parsial masing-masing komponen.


Gambar 4: alat Continuous Evaporator/Stripper

Alat ini dirancang untuk pemisahan zat volatile dan non-volatil dengan tekanan yang vakum. Alat tersebut dapat digunakan untuk:

ü  Memisahkan pelarut dari polimer, surfaktan, coating industri, lemak, lilin, dan minyak sayuran

ü  Dehidrasi peroksida organik atau bahan organic lain yang mudah terbakar

ü  Pemurnian aromatic, tokoferol, alkil fenol, ester, dan oleokimia

ü  Daur ulang pelarut, alcohol, dan keton

ü  Deodorisasi polimer, aditif, agrokimia, minyak ikan, dan minyak sayur

Prinsipnya adalah volatilitas, minyak yang akan dimurnikan dipanaskan dengan uap, sehingga bau tak sedap yang volatil akan dengan mudah menguap terlebih dahulu kemudian dikondensasikan untuk dibuang.

v  Macam-macam sistem yang digunakan

A.  Deodorisasi sistem batch

Tipe ini paling banyak digunakan dalam industri minyak dan lemak. Dalam proses ini minyak dipanaskan hingga mencapai suhu 150-250ºC. Selain uap, untuk memanaskan minyak dan lemak yang diproses pada suhu 170-190ºC, dapat pula digunakan “dowtherm vapour” yang dapat memanaskan minyak pada suhu 220-250ºC. Dowtherm vapour adalah suatu campuran “entecticum”. Diphenyl oxide dengan rasio 26,5 – 73,5%. Titik cair campuran ini 12 ºC dan mendidih pada 258 ºC dalam tekanan atmosfir.

Tekanan yang umum dipakai dalam deodorisasi adalah 4 mm Hg – 6 mm Hg, keadaan ini dapat dipertahankan dengan suatu sistem, menggunakan 3 tingkatan unit vakum dengan sistem vakum ini dan suhu proses 215 – 220 0C, deodorisasi akan berlangsung selama 4 – 4,5 jam. Sistem pipa pemanas / pendingin sangat mempengaruhi keberhasilan degradasi. Hal penting yang harus diingat dalam mendesain pipa dalam adalah:

ü  Coil harus mempunyai permukaan yang luas sehingga mampu memanaskan minyak dan lemak sampai 180 0C dalam waktu 30 menit.

ü  Dapat dengan mudah dipasang dan dibongkar jika perlu perbaikan.

ü  Dapat dialiri air dengan lancar.

B.  Deodorisasi sistem continous

Pada sistim ini minyak dialirkan dari bagian atas ke bagian bawah sehingga suhu pemanasan minyak makin ke bawah makin tinggi, dengan demikian pemanasan minyak dapat berjalan dengan cepat tetapi kurang cukup untuk minyak-minyak tertentu. Sehingga cara ini hanya dianjurkan untuk memproses minyak dan lemak yang bau alaminya masih dikehendaki.

Deodorisasi Minyak sawit yang keluar dari proses pemucatan mengandung aldehida, keton, alkohol, asam lemak berberat molekul ringan, hidrokarbon, dan bahan lain hasil dekomposisi peroksida dan pigmen. Walaupun konsentrasi bahan-bahan tersebut kecil, bahan-bahan tersebut dapat terdeteksi oleh rasa dan aroma minyaknya. Bahan-bahan tersebut lebih volatil pada tekanan rendah dan temperatur tinggi. Proses deodorisasi pada intinya adalah distilasi uap pada keadaan vakum. Distilasi uap pada tekanan vakum untuk menguapkan aldehid dan senyawa aromatik lainnya menggunakan prinsip hukum Raoult. Sebelum masuk ke dalam alat deodorisasi, minyak yang sudah dipucatkan dipanaskan sampai 210-250 C. Alat deodorisasi beroperasi dengan 4 cara, yaitu :

1.      deaerasi minyak,

2.      pemanasan minyak,

3.      pemberian uap ke dalam minyak,

4.      dan pendinginan minyak.

Di dalam kolom, minyak dipanaskan sampai 240-280 C dalam kondisi vakum. Manfaat pemberian uap langsung menjamin pembuangan sisa-sisa asam lemak bebas, aldehida, dan keton.


Gambar 5 : Proses Deodorisasi secara kontinu

5.Hidrogenasi

Hidrogenasi merupakan proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambah hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi tingkat ketidak jenuhan minyak atau lemak.Proses hidrogenasi, terutama bertujuan untuk membuat minyak atau lemak bersifat plastis. Adanya penambahan hidrogen pada ikatan rangkap minyak atau lemak dengan bantuan katalisator akan mengakibatkan kenaikan titik cair. Juga dengan hilangnya ikatan rangkap, akan menjadikan minyak atau lemak tersebut tahan terhadap proses oksidasi.

6.Fraksionasi

Proses fraksionasi dibutuhkan untuk memisahkan trigliserida yang memiliki titik leleh lebih tinggi sehingga minyak sawit tidak teremulsi pada temperatur rendah. Proses fraksionasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu fraksinasi kering, fraksionasi basah, dan fraksionasi dengan solvent. Pada fraksinasi kering, minyak sawit didinginkan perlahan dan disaring untuk memisahkan fraksi-fraksinya. Pada fraksionasi basah, kristal pada fraksi stearin dibasahi dengan menggunakan surfaktan atau larutan deterjen. Pada fraksionasi dengan solvent, minyak sawit diencerkan dengan menggunakan solvent seperti heksan, aseton, isopropanol, atau n-nitropropan. Proses fraksionasi kering lebih disukai karena lebih ramah lingkungan.  Fraksionasi dilakukan untuk mendapatkan minyak dengan kestabilan dingin yang baik. Titik leleh merupakan suatu indikasi jumlah unsaturated fatty acid dan asam lemak yang memiliki rantai pendek. Titik leleh akan meningkat seiiring dengan bertambahnya panjang rantai dan dan menurun seiiring dengan bertambahnya jumlah unsaturated bond.


Gambar 6 : Proses penyulingan minyak kelapa sawit

7. Rendering

Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada diding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya.



1.Wet Rendering

Wet rendering merupakan proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan dengan pada ketel yang terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60 psi). Penggunaan temperatur rendah dalam proses wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran tersebut dipanaskan berlahan-lahan sampai suhu 500C sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik ke atas dan kemudian dipisahkan. Proses wet rendering dengan menggunakan temperatur rendah kurang begitu populer, sedangkan wet rendering dengan menggunakan temperatur suhu yang tinggi disertai tekanan uap air, dipergunakan untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar.

2.Dry Rendering

Dry rendering merupakan cara rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukan ke dalam ketel tanpa menambah air. Bahan tadi dipanaskan sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 2200F sampai 2300F (1050C-1100C). Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.

8. Winterisasi

Winterisasi merupakan proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Pada suhu rendah, trigliserida padat tidak dapat larut dalam trigliserida cair.Bermacam-macam lemak berwujud cair pada musim panas, sedangkan pada musim dingin akan kelihatan seperti susu yang umumnya mengandung sejumlah tristearin.Gliserida bertitik cair tinggi kadang-kadang mengandung sejumlah asam stearat dan dapat terpisah pada suhu rendah (pendinginan) dan dikenal dengan nama stearin. Bagian yang membeku pada suhu rendah (disebut stearin) dipisahkan melalui penyaringan (dilakukan dalam chill room) sedangkan minyak yang tetap cair disebut winter oil.

9. Inter-Esterifikasi

Interesterifikasi (penukaran ester atau tran esterifikasi) menyangkut pertukaran gugus asil antar trigliserida. Karena trigliserida mengandung 3 gugus ester per molekul, maka peluang untuk pertukaran tersebut cukup banyak. Gugus asil dapat bertukar posisinya dalam satu molekul trigliserida atau diantara molekul trigliserida.Proses interesterifikasi dilakukan untuk pembuatan mentega putih, margarine dan enrobing fat. Mentega putih yang dibuat dengan penambahan monogliserida sering disebut super gliserinated shortening. Monogliserida ini bersifat aktif dibagian permukaan minyak atau lemak dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan dispersi lemak dalam adonan, sehingga menghasilkan bahan pangan dengan rupa dan konsistensi yang lebih baik.







2.2 Tujuan dari Proses Pemurnian Minyak dan Lemak

Tujuan utama pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.

            Pada umumnya minyak untuk bahan pangan dimurnikan melalui 4 tahap yaitu perlakuan pendahuluan, netralisasi, pemucatan (bleaching), dan penghilang bau (deodorisasi). Disamping itu kadang-kadang ditambah aroma dan zat warna tertentu sehingga diperoleh minyak dengan rasa dan bau yang enak, dengan warna yang menarik.

v  Kotoran atau bahan asing dalam minyak terdiri dari:

1. Kotoran yang tidak larut dalam minyakdan terdispersi dalam minyak. Kotoran ini terdiri dari partikel-partikel, jaringan, lender dan getah, serat-seratan yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe, Cu, Mg, dan Ca serta air. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan beberapa cara yaitu pengendapan, penyaringan dan pemusingan.

2.  Kotoran yang berbentuk suspense dalam minyak. Kotoran ini terdiri dari fosfolipid karbohidrat, senyawa yang mengadung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya.kotoran ini dapat dihilangkan dengan uap panas, hidrolisa, disusul dengan proses pengendapan, pemusingan atau penyaringan dengan menggunakan absorben.

3. Kotoran yang larut dalam minyak. Kotoran ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon turunan dari mono dan digliserida yang dihasilkan dari trigliserida, zat warna yang terdiri dari karotenoid, khlorofil dan zat warna lainya yang yang dihasilkan dari oksidasi dan dekomposisi minyak, terdiri dari keton dan aldehida, dan resin, serta zat lainya yang belum teridentifikasi. Selain senyawa tersebut beberapa minyak mengandung senyawa beracun, misalnya gossypol pada minyak biji kapas, dan ester dari asam isothiosunat dan ethil alcohol pada mustard oil.

v  Perlakuan pendahuluan bertujuan untuk :

1.Menghilangkan kotoran dan stabilitas minyak dengan mengurangi ion logam terutama Fe dan Cu.

2. Proses pemisahan gum dilakukan terhadap minyak untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan lak dari linseed oil.

3. Memudahkan proses pemurnian selanjutnya, dan mengurangi minyak yang hilang selama pemurnian, terutama pada proses netralisasi dengan kaustik soda.





BAB  III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

1.      Minyak dan lemak berperan sangat penting dalam gizi kita terutama karena merupakan sumber energi, cita rasa, serta sumber vitamin A,D, E dan K. Lemak dan minyak termasuk dalam salah satu golongan lipid, yaitu lipid netral

2.      Proses pemurnian minyak dan lemak diantara nya ialah proses degumming, proses netralisasi, proses bleaching, proses fraksionasi, proses hidrogenasi,proses deodorisasi, proses rendering, proses winterisasi, proses interestirifikasi.

3.      Tujuan utama pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.

3.2  SARAN

Alhamdulillah,makalah ini selesai kami buat, kami sebagai penulis berharap pembaca(teman-teman)dan kami (kelompok 2), dapat mengetahui, mengerti dan memahami tentang proses pemunrian minyak dan lemak,Bagaimana proses-proses pemurniannya dan apa tujuan dilakukannya pemurnian pada minyak dan lemak.terakhir kami mengakui banyak sekali kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami  mohon kritik dan saran nya demi perbaikan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
o   http://lordbroken.wordpress.com/2010/10/31/1159/pemurnian minyak.
o   http://agroindustriindonesia.blogspot.com/2010/09/proses-pemurnian-minyak-sawit.html